Rabu, 08 Mei 2013

makalah tentang kinerja lembaga pemberantasan korupsi (KPK)


OLEH : ETRI SELPAWANI FREDY
 
KINERJA LEMBAGA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA


KATA PENGANTAR


Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunianya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya dengan judul “KINERJA LEMBAGA PEMBERANTASAN KORUPSI di INDONESIA”.
Makalah ini berisikan tentang bagaimana kinerja para petugas publik, politikus dan penyelenggara Negara kita.diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi terhadap pembaca tentang bagaimana kinerja LPKI (Lembaga Pemberantas Korupsi di Indonesia) yang masih menjadi salah satu masalah yang menyebabkan perjuangan bangsa Indonesia untuk mewujudkan good govermance belum kesampaian.
Disadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna,oleh karena itu kritik dan saran dari semua pembaca yang bersifat membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Disampaikan pula terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyelesaian makalah ini dari awal hingga akhir.semoga allah SWT senantiasa meridoi segala usaha kita, amin.
Wassalamualaikum wr.wb.

Semarang, 31 Desember 2012

                                

                                Penyusun 






DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR  .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii           
BAB I : PENDAHULUAN  .................................................................................. 1
A.      Latar Belakang ..................................................................................  1
B.       Rumusan masalah............................................................................... 2
C.       Tujuan dan Manfaat....................................................................        2
BAB II : PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
A.      Pengertian Korupsi ............................................................................ 3
B.       Ciri-Ciri Korupsi dan Faktor Penyebab Korupsi ............................... 4
C.       Kinerja Lembaga Antikorupsi ............................................................ 6
BAB III : PENUTUP ........................................................................................... 12
A.      Kesimpulan  ................................................................................ ..... 12
B.       Saran  ............................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA  ......................................................................................... 13




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Pemberantasan korupsi di Indonesia telah berjalan cukup lama. Berbagai upaya represif dilakukan terhadap para pejabat publik atau penyelenggara negara yang terbukti melakukan korupsi. Sudah tidak terhitung telah banyak pejabat negara dan wakil rakyat yang merasakan getirnya hidup di hotel prodeo. Berdasarkan sejarah, selain KPK yang terbentuk di tahun 2003, terdapat 6 lembaga pemberantasan korupsi yang sudah dibentuk di negara ini yakni; (i) Operasi Militer di tahun 1957, (ii) Tim Pemberantasan Korupsi di tahun 1967, (iii) Operasi Tertib pada tahun 1977, (iv) tahun 1987 dengan Tim Optimalisasi Penerimaan Negara dari sektor pajak, (v) dibentuknya Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TKPTPK) pada tahun 1999, dan (vi) tahun 2005 dibentuk Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor). Pada tahun 2011, Country rank Year CPI Score Indonesia baru sebesar 3,0.  Country rank Year CPI Score mengurutkan negara-negara dalam derajat korupsi tertentu yang terjadi pada para petugas publik dan politikus. Indeks ini merefleksikan pandangan pelaku bisnis dan pengamat dari seluruh dunia termasuk para ahli yang menjadi penduduk pada negara yang dievaluasi.
Sedangkan Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang sedang berjuang dan mendambakan terciptanya good governance. Namun, keadaan saat ini menunjukkan bahwa hal tersebut masih sangat jauh dari harapan. Kepentingan politik, KKN, peradilan yang tidak adil, bekerja di luar kewenangan, dan kurangnya integritas dan transparansi adalah beberapa masalah yang membuat pemerintahan yang baik masih belum bisa tercapai. Untuk mencapai good governance dalam tata pemerintahan di Indonesia, maka prinsip-prinsip good governance hendaknya ditegakkan dalam berbagai institusi penting pemerintahan. Dengan melaksanakan prinsip-prinsip good governance maka tiga pilarnya  yaitu pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil hendaknya saling menjaga, saling support dan berpatisipasi aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan yang sedang dilakukan.

B.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas permasalahan yang di bahas dalam makalah ini adalah :
1.         Bagaimana kinerja lembaga pemberantas korupsi di Indonesia.
2.         Apa cirri-ciri dan factor penyebab korupsi.
3.         Penyebab tidak berjalannya program-program pemberantasan korupsi di Indonesia.
4.         Apa saja sasaran yang hendak dicapai terkait dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi.
5.         Apa jenis-jenis peraturan dan nama TIM yang sudah dibentuk dalam lembaga pemberantas korupsi.


C.      Tujuan dan Manfaat
Agar setelah membaca makalah ini kita dapat mengetahui bagaimana kinerja dan penanganan terhadap korupsi di Negara kita serta apa yang menjadi kendala atau faktor-faktor penyebab tingginya korupsi di Negara kita yang harus kita atasi bersama agar perjuangan kita untuk menciptakan good govermance di Indonesia dapat terwujud.








BAB II
PEMBAHASAN


A.      Pengertian Korupsi 
Tindak pidana korupsi merupakan salah satu jenis dari berbagai jenis tindak pidana. Mengenai pengertian tindak pidana sendiri sejak dulu telah banyak diciptakan oleh para sarjana, salah satunya yaitu yang diungkapkan oleh Prof. Muljatno dengan menggunakan istilah perbuatan pidana yaitu: “Perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Menurut ujudnya atau sifatnya perbuatan pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil.” (Saleh, 1983 : 16).
Sedangkan mengenai pengertian korupsi, menurut arti katanya korupsi berasal dari Bahasa Latin Corruptio atau Corruptus yang artinya busuk, buruk, bejat, dapat disuap, menyimpang dari kesucian, perkataan yang menghina atau memfitnah. Dalam perkembangan selanjutnya kata korupsi dalam perbendaharaan Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan curang dan dapat disuap (Mariyanti, 1986 : 197). Menurut K Soeparto, perkataan Corruptio mempunyai banyak makna, yaitu bederven (merusak), schenden (melanggar), dan omkopen (menyuap). Pers acapkali memakai istilah korupsi dalam arti yang luas, mencakup masalah-masalah tentang penggelapan(Bassar,1983:77).
Korupsi dalam ensiklopedia Indonesia disebutkan sebagai (dari bahasa latin: corruptio = penyuapan, corruptore = merusak) gejala dimana para pejabat, badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya. Adapun arti harafiah dari korupsi dapat berupa kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan ketidakjujuran (Jhon dan Hasan, 1997: 149). Dalam pengertian lain dapat dikatakan sebagai perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang sogok dan sebagainya (Kramer, 1997 : 62).
B.       Ciri Korupsi dan Faktor Penyebab Korupsi 
Ciri-ciri korupsi dijelaskan oleh Shed Husein Alatas dalam bukunya sosiologi korupsi sebai berikut :
1.         Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang. Hal ini tidak sama dengan kasus pencurian atau penipuan. Seorang operator yang korup sesungguhnya tidak ada dan kasus itu biasanya termasuk dalam pengertian penggelapan (fraud).
2.         Korupsi pada umumnya dilakukan secara rahasia, kecuali korupsi itu telah merajalela dan begitu dalam sehingga individu yang berkuasa dan mereka yang berada di dalam lingkungannya tidak tergoda untuk menyembunyikan perbuatannya. Namun, walaupun demikian motif korupsi tetap dijaga kerahasiaannya.
3.         Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban dan keuntungan itu tidak selalu berupa uang.
4.         Mereka yang mempraktekkan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung di balik pembenaran hukum.
5.         Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas dan mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
6.         Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan oleh badan publik atau umum (masyarakat).
7.         Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan (Hartanti, 2007: 10-11).
Pengembangan tipologi korupsi menurut Vito Tanzi adalah sebagai berikut :
1.         Korupsi transaksi, yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan diantara seorang donor dengan resipien untuk keuntungan kedua belah pihak.
2.         Korupsi ekstortif, yaitu korupsi yang melibatkan penekanan pemaksaan untuk menghindari bahaya bagi mereka yang terlibat atau orang-orang yang dekat dengan pelaku korupsi.
3.         Korupsi investif, yaiut korupsi yang berawal dari tawaran yang merupakan investasi untuk mengatisipasi adanya keuntungan di masa datang.
4.         Korupsi nepotistik, yaitu korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus baik dalam pengangkatan kantor publik maupun pemberian proyek-proyek bagi keluarga dekat.
5.         Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat keuntungan karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam (insiders information) tentang berbagai kebijakan publik yang seharusnya dirahasiakan.
6.         Korupsi supportif, yaitu perlindungan atau penguatan korupsi yang menjadi intrik kekuasaan dan bahkan kekerasan.
7.         Korupsi defensif, yaitu korupsi yang dilakukan dalam rangka mempertahankan diri dari pemerasaan (Chaerudin, 2008: 2).
Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut:
1.         Lemahnya pendidikan agama dan etika.
2.         Kolonialisme. Suatu pemerintahan asing tidak menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.
3.         Kurangnya pendidikan. Namun kenyataannya sekarang kasus-kasus korupsi di Indonesia dilakukan oleh koruptor yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi, terpelajar dan terpandang sehingga alasan ini dapat dikatakan kurang tepat.
4.         Kemiskinan. Pada kasus korupsi yang merebak di Indonesia, para pelakunya bukan didasari oleh kemiskinan melainkan keserakahan, sebab mereka bukanlah dari kalangan yang tidak mampu melainkan para konglomerat.
5.         Tidak adanya sanksi yang keras.
6.         Kelangkaan lingkungan yang subur untuk pelaku antikorupsi.
7.         Struktur pemerintahan.
8.         Perubahan radikal. Pada sistem nilai mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai suatu penyakit transisional.
9.         Keadaan masyarakat. Korupsi dalam suatu birokrasi bisa mencerminkan keadaan masyarakat (Hartanti, 2007: 11).
Korupsi dalam UU no. 31 tahun 1999 merupakan perbuatan secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Praktek korupsi dilihat dari segi bentuknya terdiri dari:
a.         Lebih banyak menyangkut penyelewengan di bidang materi yang dikategorikan sebagai material corruption.
b.         Perbuatan manipulasi dengan cara penyuapan, intimidasi, paksaan dan/atau campur tangan yang dikategorikan sebagai political corruption.
c.         Menyangkut manipulasi dalam bidang ilmu pengetahuan/hak cipta atau disebut intellectual corruption (Lopa. 2001: 70).

Korupsi melanggar hak asasi berupa hak sosial dan ekonomi masyarakat, sehingga korupsi dipandang sebagai “extra–ordinary crime” (kejahatan yang luar biasa yang memerlukan penanganan secara luar biasa pula. Pemerintah Indonesia sudah beberapa kali membentuk lembaga yang menangani masalah korupsi. Lembaga negara bukan konsep yang secara terminologis memiliki istilah tunggal dan seragam. Di dalam literatur Inggris, istilah political institution digunakan untuk menyebut lembaga negara, sedangkan bahasa Belanda mengenal istilah staat organen atau staatsorgaan untuk mengartikan lembaga negara. Sementara di Indonesia, secara baku digunakan istilah lembaga negara, badan negara, atau organ negara.

C.      Kinerja Lembaga Antikorupsi 
Beberapa lembaga antikorupsi yang pernah dibentuk selama kurun waktu tahun 1967-2008 sebagai berikut :
1.         Nama Tim            :    Tim Pemberantas Korupsi
Jenis peraturan     :    Keppres 228/1967 tertanggal 2 Desember 1967.
Tugas/Sasaran      :    Membantu pemerintah memberantas korupsi dengan tindakan bersifat refresif maupun preventif.
2.         Nama Tim            :    Komisi empat
Jenis peraturan     :    Keppres 12/1970 tertanggal 31 Januari 1970.
Tugas/Sasaran      :    Menghubungi penjabat atau instansi pemerintah, swasta, sipil atau militer. Memeriksa dokumen-dokumen administrasi pemerintah, swasta, dan lain-lain. Minta bantuan pada aparatur negara pusat dan daerah.

3.         Nama Tim            :    Komite Anti Korupsi (KAK)
Jenis Peraturan    :    Keppres 12/1970 tertanggal 31 Januari 1970
Tugas/Sasaran      :    Kegiatan diskusi dengan pimpinan-pimpinan partai politik dan bertemu dengan presiden Soeharto menanyakan masalah korupsi. Catatan:KAK dibubarkan tanggal 15 Agustus 1970 setelah bekerja 2 bulan.
4.         Nama Tim            :    OPSTIB
Jenis Peraturan    :    Inpres 9/1977
Tugas/Sasaran      :    Sasaran Opstib pada mulanya mengadakan pembersihan pungutan liar di jalan-jalan. Kemudian diperluas meliputi penertiban uang siluman di pelabuhan-pelabuhan dan pungutan resmi namun tidak sah menurut hukum. Sejak Agustus 1977, sasaran penertiban beralih dari jalan raya ke aparat pemerintah daerah dan departemen.
5.         Nama Tim            :    Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) dihidupkan lagi. Namun Keppres mengenai TPK ini tidak pernah terwujud.
6.         Nama Tim            :    Tim Gabungan Antikorupsi
Jenis Peraturan    :    Mengacu pada UU No 31/1999 tentang Komisi Antikorupsi PP No 19 Th 2000.
Tugas/Sasaran      :    Mengungkapkan kasus-kasus korupsi yang sulit ditangani Kejaksaan Agung.
7.         Nama Tim            :    Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)
Jenis Peraturan    :          UU RI nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
·           Kepres RI No. 73 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
·           PP RI No. 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
·           UU RI No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari KKN
·           UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
·           UU RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
·           UU RI No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
·           PP RI No. 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
·           PP RI No. 109 Tahun 109 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Tugas/Sasaran      :    Mengungkapkan kasus-kasus korupsi yang sulit ditangani Kejaksaan Agung.
Contoh-contoh hasil korupsi yang berhasil ditangani Mahkama Agung :
·           2 September - Memeriksa Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan selama 11 jam di gedung KPK. Pemeriksaan ini terkait kasus pembelian alat berat senilai Rp 185,63 miliar oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang dianggarkan pada 2003-2004. Tempo Interaktif
·           19 Juni - Menahan Gubernur Kalimantan Timur, Suwarna A.F. setelah diperiksa KPK dalam kasus ijin pelepasan kawasan hutan seluas 147 ribu hektare untuk perkebunan kelapa sawit tanpa jaminan, dimana negara dirugikan tak kurang dari Rp 440 miliar.  2007
·           Perkara atas nama Liem Klan Yin berhubungan dengan penjualan aset tanah milik PT Industri Sandang Nusantara (Persero) Cabang Bandung; Putusan: pidana penjara 4 tahun, denda Rpl .000.000.000,00 subsidair 10 bulan, uang pengganti Rp24.006.438.333,00; apabila uang tidak dibayar harta akan dista dan dilelang, apabila harta yang dilelang tidak mencukupi penjualan aset tanah milik PT Industri Sandang Nusantara (Persero) Cabang Bandung;
Sumber: Indonesia Corruption Watch





Berdasarkan kondisi dimana Indonesia tetap dicap sebagai salah satu negara terkorup kelima di dunia tentunya ada beberapa hal yang kurang tepat dalam pelaksanaan kebijakan atau pun kinerja dari lembaga pemberantasan korupsi tersebut. Tidak berjalannya program-program pemberantasan korupsi di Indonesia selama ini lebih banyak dikarenakan :
1.         Dasar hukum untuk melaksanakan tugas dan fungsi dalam pemberantasan korupsi tidak kuat.
2.         Program pemberantasan korupsi tidak dilakukan secara sistematis dan terintegrasi.
3.         Sebagian lembaga yang dibentuk tidak punya mandat atau tidak melakukan program pencegahan, sementara penindakan tindak pidana korupsi dilaksanakan secara sporadis, sehingga tidak menyurutkan pelaku korupsi lain dalam melakukan pelanggaran yang sama.
4.         Masyarakat mempunyai persepsi bahwa lembaga anti korupsi yang dibentuk berafiliasi kepada golongan/partai tertentu sehingga masyarakat tidak mempercayai keberhasilan lembaga tersebut dalam memberantas korupsi.
5.         Tidak mempunyai sistem sumber daya manusia yang baik, sistem rekrutmennya tidak transparan, program pendidikan dan pelatihan tidak dirancang untuk meningkatkan profesionalisme pegawai dalam bekerja, sehingga SDM yang ada pada lembaga tersebut tidak memiliki kompetensi yang cukup dalam melaksanakan tugas dalam pemberantasan korupsi.
6.         Tidak didukung oleh sistem manajemen keuangan yang transparan dan akuntabel. Sistem penggajian pegawai yang tidak memadai, mekanisme pengeluaran anggaran yang tidak efisien dan pengawasan penggunaan anggaran yang lemah.
7.         Lembaga dimaksud menjalankan tugas dengan benar hanya pada tahun pertama dan kedua, maka setelah itu menjadi lembaga pemberantas korupsi yang korup dan akhirnya dibubarkan (Mochammad, 2009).

Upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi bukanlah suatu hal yang baru dalam kebijakan pembangunan di Indonesia. Kebijakan tersebut telah dilaksanakan pemerintah sejak masa Orde Lama. Begitu pula pada masa Orde Baru juga telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Agenda yang terkait dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah agenda mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis. Dalam agenda tersebut terdapat beberapa sasaran penting yang hendak dicapai antara lain :
Ø  Meningkatnya keadilan dan penegakan hukum yang tercermin dari terciptanya sistem hukum yang adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif serta yang memberikan perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia; terjaminnya konsistensi seluruh peraturan perundang-undangan di tingkat pusat dan daerah sebagai bagian dari upaya memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap kepastian hukum, dengan prioritas penegakan hukum antara lain di bidang: (i) Penindakan pelaku tindak pidana korupsi beserta pengembalian uang hasil korupsi kepada negara; (ii) Peningkatan pemberdayaan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor); serta (iii) Pemberdayaan Komisi Pengawas Kejaksaan sebagai pengawasan eksternal dari masyarakat terhadap kinerja aparat kejaksaan.
Ø  Meningkatnya pelayanan birokrasi kepada masyarakat yang tercermin dari: (1) Berkurangnya secara nyata praktek korupsi di birokrasi, dan dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas; (2) Terciptanya sistem pemerintahan dan birokrasi yang bersih, akuntabel, transparan, efisien dan berwibawa; (3) Terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang bersifat diskriminatif terhadap



BAB III
PENUTUP

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Transparency International menempatkan Indonesia pada urutan ke  100  dengan skore 3,0 yang masih di bawah Thailand dan Malaysia.  Lembaga antikorupsi yang pernah dibentuk di Indonesia, haya KPK yang kinerjanya sudah memberikan hasil yang nyata dengan mengungkap kasus berbagai kasus korupsi dan mampu menyelamatkan keuangan negara. Namun demikian, kepercayaan masyarakat masih belum sepenuhnya pulih.
Oleh karena itu, masih dibutuhkan kerja keras dari semua pihak, khususnya aparatur negara sehingga dapat bekerja secara profesional, dengan mengedepankan kepentingan rakyat melalui pelayanan yang berkualitas kepada publik. Setiap aparatur negara perlu memegang teguh etika disiplin PNS yang dapat mencegah setiap aparatur negara untuk bekerja secara menyimpang dari ketentuan yang ada.

A.      Kesimpulan
Untuk dapat mewujudkan goog govermance di Indonesia maka yang perlu dilakukan membenahi masalah korupsi dengan cara membuat dasar hukum yang kuat lebih dahulu,program pemberantasannya harus di jalankan secara sistematis dan terintegrasi, melakukan upaya pencegahan,misalnya dengan mengganti sumber daya manusia yang tdak baik dalam pemerintahan terutama yg menjadi anggota lembaga pemberantas korupsinya.

B.       Saran
Jalankan semua fungsi antikorupsi yang dibentuk dan ganti semua sumber daya manusia yang tidak baik dalam pemerintahan terutama dalam LPKI serta berilkan sanksi yang dapat membuat para koruptor jera dan membuat pejabat lain tkut untuk melakukan korupsi.


DAFTAR PUSTAKA

Achmad  Ali. 1990. Mengembara   di   Belantara  Hukum. Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin.

Baharudin Lopa. 2001. Kejahatan Korupsi dan Penegakkan Hukum. Penerbit Buku Kompas : Jakarta.

Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, 1997. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: P.T. Grainedia Pustaka Utama.

Mochammad Jasin. 2009. Pola Pemberantasan Korupsi Sistemik Melalui Pencegahan dan Penindakan (Perspektif ke Depan Komisi Pemberantasan Korupsi). http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=219&id=2259&option=com_content&task=view.

Bassar, M. Sudradjat, 1983. Hukum Pidana (Pelengkap KUHP). Bandung : CV Armico.

Cansil, CST. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.  Jakarta : Balai Pustaka.

Chaerudin. 2008. Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi. Bandung : PT. Refika Aditama.

Evi Hartanti .2007.  Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua. Jakarta  Sinar Grafika.

Kramer A.I.N. 1997. Kamus Kantong lnggris-Indonesia. Jakrta : P.T. Ichtiar Barn Van Hoeve

Lopa Baharudin. 2001. Kejahatan Korupsi dan Penegakkan Hukum. Penerbit Buku Kompas : Jakarta.

Saleh, K. Wantjik. 1983. Tindak Pidana Korupsi dan Suap. Jakarta : Ghalia Indonesia.

1 komentar: