OLEH : ETRI SELPAWANI FREDY
KINERJA LEMBAGA PEMBERANTASAN
KORUPSI DI INDONESIA
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum
wr.wb
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat allah SWT
yang telah memberikan rahmat serta karunianya, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya dengan judul “KINERJA LEMBAGA PEMBERANTASAN
KORUPSI di INDONESIA”.
Makalah ini berisikan tentang bagaimana kinerja para
petugas publik, politikus dan penyelenggara Negara kita.diharapkan makalah ini
dapat memberikan informasi terhadap pembaca tentang bagaimana kinerja LPKI (Lembaga
Pemberantas Korupsi di Indonesia) yang masih menjadi salah satu masalah yang
menyebabkan perjuangan bangsa Indonesia untuk mewujudkan good govermance belum
kesampaian.
Disadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna,oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pembaca yang bersifat membangun selalu
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Disampaikan pula terimakasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyelesaian makalah ini dari awal hingga
akhir.semoga allah SWT senantiasa meridoi segala usaha kita, amin.
Wassalamualaikum wr.wb.
Semarang, 31
Desember 2012
Penyusun
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR
ISI ......................................................................................................... iii
BAB
I : PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar
Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan
masalah............................................................................... 2
C. Tujuan
dan Manfaat....................................................................
2
BAB II : PEMBAHASAN ..................................................................................... 3
A. Pengertian
Korupsi ............................................................................ 3
B. Ciri-Ciri
Korupsi dan Faktor Penyebab Korupsi ............................... 4
C. Kinerja
Lembaga Antikorupsi ............................................................ 6
BAB
III : PENUTUP ........................................................................................... 12
A. Kesimpulan ................................................................................ ..... 12
B. Saran ............................................................................................... 12
DAFTAR
PUSTAKA ......................................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pemberantasan korupsi di Indonesia
telah berjalan cukup lama. Berbagai upaya represif dilakukan terhadap para
pejabat publik atau penyelenggara negara yang terbukti melakukan korupsi. Sudah
tidak terhitung telah banyak pejabat negara dan wakil rakyat yang merasakan
getirnya hidup di hotel prodeo. Berdasarkan sejarah, selain KPK yang terbentuk
di tahun 2003, terdapat 6 lembaga pemberantasan korupsi yang sudah dibentuk di
negara ini yakni; (i) Operasi Militer di tahun 1957, (ii) Tim Pemberantasan
Korupsi di tahun 1967, (iii) Operasi Tertib pada tahun 1977, (iv) tahun 1987
dengan Tim Optimalisasi Penerimaan Negara dari sektor pajak, (v) dibentuknya
Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TKPTPK) pada tahun 1999, dan
(vi) tahun 2005 dibentuk Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas
Tipikor). Pada tahun 2011, Country rank Year CPI Score Indonesia baru sebesar
3,0. Country rank Year CPI Score mengurutkan negara-negara dalam derajat
korupsi tertentu yang terjadi pada para petugas publik dan politikus. Indeks
ini merefleksikan pandangan pelaku bisnis dan pengamat dari seluruh dunia
termasuk para ahli yang menjadi penduduk pada negara yang dievaluasi.
Sedangkan Indonesia merupakan salah
satu negara di dunia yang sedang berjuang dan mendambakan terciptanya good
governance. Namun, keadaan saat ini menunjukkan bahwa hal tersebut masih sangat
jauh dari harapan. Kepentingan politik, KKN, peradilan yang tidak adil, bekerja
di luar kewenangan, dan kurangnya integritas dan transparansi adalah beberapa
masalah yang membuat pemerintahan yang baik masih belum bisa tercapai. Untuk
mencapai good governance dalam tata pemerintahan di Indonesia, maka
prinsip-prinsip good governance hendaknya ditegakkan dalam berbagai institusi
penting pemerintahan. Dengan melaksanakan prinsip-prinsip good governance maka
tiga pilarnya yaitu pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil hendaknya
saling menjaga, saling support dan berpatisipasi aktif dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang sedang dilakukan.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas
permasalahan yang di bahas dalam makalah ini adalah :
1.
Bagaimana
kinerja lembaga pemberantas korupsi di Indonesia.
2.
Apa
cirri-ciri dan factor penyebab korupsi.
3.
Penyebab
tidak berjalannya program-program pemberantasan korupsi di Indonesia.
4.
Apa
saja sasaran yang hendak dicapai terkait dengan pencegahan dan pemberantasan
korupsi.
5.
Apa
jenis-jenis peraturan dan nama TIM yang sudah dibentuk dalam lembaga pemberantas
korupsi.
C.
Tujuan dan Manfaat
Agar setelah membaca makalah ini
kita dapat mengetahui bagaimana kinerja dan penanganan terhadap korupsi di
Negara kita serta apa yang menjadi kendala atau faktor-faktor penyebab
tingginya korupsi di Negara kita yang harus kita atasi bersama agar perjuangan
kita untuk menciptakan good govermance di Indonesia dapat terwujud.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Korupsi
Tindak
pidana korupsi merupakan salah satu jenis dari berbagai jenis tindak pidana.
Mengenai pengertian tindak pidana sendiri sejak dulu telah banyak diciptakan
oleh para sarjana, salah satunya yaitu yang diungkapkan oleh Prof. Muljatno
dengan menggunakan istilah perbuatan pidana yaitu: “Perbuatan yang oleh aturan
hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar
aturan tersebut. Menurut ujudnya atau sifatnya perbuatan pidana ini adalah
perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini juga merugikan
masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya
tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil.” (Saleh, 1983 :
16).
Sedangkan mengenai pengertian korupsi, menurut arti katanya korupsi berasal dari Bahasa Latin Corruptio atau Corruptus yang artinya busuk, buruk, bejat, dapat disuap, menyimpang dari kesucian, perkataan yang menghina atau memfitnah. Dalam perkembangan selanjutnya kata korupsi dalam perbendaharaan Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan curang dan dapat disuap (Mariyanti, 1986 : 197). Menurut K Soeparto, perkataan Corruptio mempunyai banyak makna, yaitu bederven (merusak), schenden (melanggar), dan omkopen (menyuap). Pers acapkali memakai istilah korupsi dalam arti yang luas, mencakup masalah-masalah tentang penggelapan(Bassar,1983:77).
Sedangkan mengenai pengertian korupsi, menurut arti katanya korupsi berasal dari Bahasa Latin Corruptio atau Corruptus yang artinya busuk, buruk, bejat, dapat disuap, menyimpang dari kesucian, perkataan yang menghina atau memfitnah. Dalam perkembangan selanjutnya kata korupsi dalam perbendaharaan Bahasa Indonesia diartikan sebagai perbuatan curang dan dapat disuap (Mariyanti, 1986 : 197). Menurut K Soeparto, perkataan Corruptio mempunyai banyak makna, yaitu bederven (merusak), schenden (melanggar), dan omkopen (menyuap). Pers acapkali memakai istilah korupsi dalam arti yang luas, mencakup masalah-masalah tentang penggelapan(Bassar,1983:77).
Korupsi
dalam ensiklopedia Indonesia disebutkan sebagai (dari bahasa latin: corruptio =
penyuapan, corruptore = merusak) gejala dimana para pejabat, badan-badan negara
menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta
ketidakberesan lainnya. Adapun arti harafiah dari korupsi dapat berupa
kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan dan
ketidakjujuran (Jhon dan Hasan, 1997: 149). Dalam pengertian lain dapat
dikatakan sebagai perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang sogok dan
sebagainya (Kramer, 1997 : 62).
B.
Ciri
Korupsi dan Faktor Penyebab Korupsi
Ciri-ciri
korupsi dijelaskan oleh Shed Husein Alatas dalam bukunya sosiologi korupsi
sebai berikut :
1.
Korupsi
senantiasa melibatkan lebih dari satu orang. Hal ini tidak sama dengan kasus
pencurian atau penipuan. Seorang operator yang korup sesungguhnya tidak ada dan
kasus itu biasanya termasuk dalam pengertian penggelapan (fraud).
2.
Korupsi
pada umumnya dilakukan secara rahasia, kecuali korupsi itu telah merajalela dan
begitu dalam sehingga individu yang berkuasa dan mereka yang berada di dalam
lingkungannya tidak tergoda untuk menyembunyikan perbuatannya. Namun, walaupun
demikian motif korupsi tetap dijaga kerahasiaannya.
3.
Korupsi
melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. Kewajiban dan
keuntungan itu tidak selalu berupa uang.
4.
Mereka
yang mempraktekkan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi
perbuatannya dengan berlindung di balik pembenaran hukum.
5.
Mereka
yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas dan mampu untuk
mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
6.
Setiap
perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan oleh badan publik
atau umum (masyarakat).
7.
Setiap
bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan (Hartanti, 2007: 10-11).
Pengembangan
tipologi korupsi menurut Vito Tanzi adalah sebagai berikut :
1.
Korupsi
transaksi, yaitu korupsi yang terjadi atas kesepakatan diantara seorang donor
dengan resipien untuk keuntungan kedua belah pihak.
2.
Korupsi
ekstortif, yaitu korupsi yang melibatkan penekanan pemaksaan untuk menghindari
bahaya bagi mereka yang terlibat atau orang-orang yang dekat dengan pelaku
korupsi.
3.
Korupsi
investif, yaiut korupsi yang berawal dari tawaran yang merupakan investasi
untuk mengatisipasi adanya keuntungan di masa datang.
4.
Korupsi
nepotistik, yaitu korupsi yang terjadi karena perlakuan khusus baik dalam
pengangkatan kantor publik maupun pemberian proyek-proyek bagi keluarga dekat.
5.
Korupsi
otogenik, yaitu korupsi yang terjadi ketika seorang pejabat mendapat keuntungan
karena memiliki pengetahuan sebagai orang dalam (insiders information) tentang
berbagai kebijakan publik yang seharusnya dirahasiakan.
6.
Korupsi
supportif, yaitu perlindungan atau penguatan korupsi yang menjadi intrik
kekuasaan dan bahkan kekerasan.
7.
Korupsi
defensif, yaitu korupsi yang dilakukan dalam rangka mempertahankan diri dari
pemerasaan (Chaerudin, 2008: 2).
Faktor-faktor
penyebab terjadinya tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut:
1.
Lemahnya
pendidikan agama dan etika.
2.
Kolonialisme.
Suatu pemerintahan asing tidak menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang
diperlukan untuk membendung korupsi.
3.
Kurangnya
pendidikan. Namun kenyataannya sekarang kasus-kasus korupsi di Indonesia
dilakukan oleh koruptor yang memiliki kemampuan intelektual yang tinggi,
terpelajar dan terpandang sehingga alasan ini dapat dikatakan kurang tepat.
4.
Kemiskinan.
Pada kasus korupsi yang merebak di Indonesia, para pelakunya bukan didasari
oleh kemiskinan melainkan keserakahan, sebab mereka bukanlah dari kalangan yang
tidak mampu melainkan para konglomerat.
5.
Tidak
adanya sanksi yang keras.
6.
Kelangkaan
lingkungan yang subur untuk pelaku antikorupsi.
7.
Struktur
pemerintahan.
8.
Perubahan
radikal. Pada sistem nilai mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai
suatu penyakit transisional.
9.
Keadaan
masyarakat. Korupsi dalam suatu birokrasi bisa mencerminkan keadaan masyarakat
(Hartanti, 2007: 11).
Korupsi dalam UU no. 31 tahun 1999
merupakan perbuatan secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara. Praktek korupsi dilihat dari segi bentuknya terdiri dari:
a.
Lebih
banyak menyangkut penyelewengan di bidang materi yang dikategorikan sebagai
material corruption.
b.
Perbuatan
manipulasi dengan cara penyuapan, intimidasi, paksaan dan/atau campur tangan
yang dikategorikan sebagai political corruption.
c.
Menyangkut
manipulasi dalam bidang ilmu pengetahuan/hak cipta atau disebut intellectual
corruption (Lopa. 2001: 70).
Korupsi melanggar hak asasi berupa hak
sosial dan ekonomi masyarakat, sehingga korupsi dipandang sebagai
“extra–ordinary crime” (kejahatan yang luar biasa yang memerlukan penanganan
secara luar biasa pula. Pemerintah Indonesia sudah beberapa kali membentuk
lembaga yang menangani masalah korupsi. Lembaga negara bukan konsep yang secara
terminologis memiliki istilah tunggal dan seragam. Di dalam literatur Inggris,
istilah political institution digunakan untuk menyebut lembaga negara,
sedangkan bahasa Belanda mengenal istilah staat organen atau staatsorgaan untuk
mengartikan lembaga negara. Sementara di Indonesia, secara baku digunakan
istilah lembaga negara, badan negara, atau organ negara.
C.
Kinerja
Lembaga Antikorupsi
Beberapa lembaga antikorupsi yang
pernah dibentuk selama kurun waktu tahun 1967-2008 sebagai berikut :
1.
Nama
Tim : Tim Pemberantas Korupsi
Jenis peraturan : Keppres
228/1967 tertanggal 2 Desember 1967.
Tugas/Sasaran : Membantu
pemerintah memberantas korupsi dengan tindakan bersifat refresif maupun
preventif.
2.
Nama
Tim : Komisi empat
Jenis
peraturan : Keppres 12/1970 tertanggal 31 Januari 1970.
Tugas/Sasaran : Menghubungi
penjabat atau instansi pemerintah, swasta, sipil atau militer. Memeriksa
dokumen-dokumen administrasi pemerintah, swasta, dan lain-lain. Minta bantuan
pada aparatur negara pusat dan daerah.
3.
Nama
Tim : Komite Anti Korupsi (KAK)
Jenis
Peraturan : Keppres 12/1970 tertanggal 31 Januari 1970
Tugas/Sasaran : Kegiatan
diskusi dengan pimpinan-pimpinan partai politik dan bertemu dengan presiden
Soeharto menanyakan masalah korupsi. Catatan:KAK dibubarkan tanggal 15 Agustus
1970 setelah bekerja 2 bulan.
4.
Nama
Tim : OPSTIB
Jenis
Peraturan : Inpres 9/1977
Tugas/Sasaran : Sasaran
Opstib pada mulanya mengadakan pembersihan pungutan liar di jalan-jalan.
Kemudian diperluas meliputi penertiban uang siluman di pelabuhan-pelabuhan dan
pungutan resmi namun tidak sah menurut hukum. Sejak Agustus 1977, sasaran
penertiban beralih dari jalan raya ke aparat pemerintah daerah dan departemen.
5.
Nama
Tim : Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) dihidupkan lagi. Namun Keppres mengenai
TPK ini tidak pernah terwujud.
6.
Nama
Tim : Tim Gabungan Antikorupsi
Jenis
Peraturan : Mengacu pada UU No 31/1999 tentang Komisi Antikorupsi PP No 19 Th
2000.
Tugas/Sasaran : Mengungkapkan
kasus-kasus korupsi yang sulit ditangani Kejaksaan Agung.
7.
Nama
Tim : Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK)
Jenis
Peraturan : • UU RI nomor 30 Tahun
2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
·
Kepres
RI No. 73 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
·
PP
RI No. 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
·
UU
RI No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari
KKN
·
UU
RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
·
UU
RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
·
UU
RI No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang
·
PP
RI No. 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan
Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
·
PP
RI No. 109 Tahun 109 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah
Tugas/Sasaran : Mengungkapkan
kasus-kasus korupsi yang sulit ditangani Kejaksaan Agung.
Contoh-contoh hasil korupsi yang
berhasil ditangani Mahkama Agung :
·
2
September - Memeriksa Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan selama 11 jam di
gedung KPK. Pemeriksaan ini terkait kasus pembelian alat berat senilai Rp
185,63 miliar oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang dianggarkan pada
2003-2004. Tempo Interaktif
·
19
Juni - Menahan Gubernur Kalimantan Timur, Suwarna A.F. setelah diperiksa KPK
dalam kasus ijin pelepasan kawasan hutan seluas 147 ribu hektare untuk
perkebunan kelapa sawit tanpa jaminan, dimana negara dirugikan tak kurang dari
Rp 440 miliar. 2007
·
Perkara
atas nama Liem Klan Yin berhubungan dengan penjualan aset tanah milik PT
Industri Sandang Nusantara (Persero) Cabang Bandung; Putusan: pidana penjara 4
tahun, denda Rpl .000.000.000,00 subsidair 10 bulan, uang pengganti
Rp24.006.438.333,00; apabila uang tidak dibayar harta akan dista dan dilelang,
apabila harta yang dilelang tidak mencukupi penjualan aset tanah milik PT
Industri Sandang Nusantara (Persero) Cabang Bandung;
Sumber: Indonesia Corruption Watch
Berdasarkan kondisi dimana Indonesia
tetap dicap sebagai salah satu negara terkorup kelima di dunia tentunya ada
beberapa hal yang kurang tepat dalam pelaksanaan kebijakan atau pun kinerja
dari lembaga pemberantasan korupsi tersebut. Tidak berjalannya program-program
pemberantasan korupsi di Indonesia selama ini lebih banyak dikarenakan :
1.
Dasar
hukum untuk melaksanakan tugas dan fungsi dalam pemberantasan korupsi tidak
kuat.
2.
Program
pemberantasan korupsi tidak dilakukan secara sistematis dan terintegrasi.
3.
Sebagian
lembaga yang dibentuk tidak punya mandat atau tidak melakukan program
pencegahan, sementara penindakan tindak pidana korupsi dilaksanakan secara
sporadis, sehingga tidak menyurutkan pelaku korupsi lain dalam melakukan
pelanggaran yang sama.
4.
Masyarakat
mempunyai persepsi bahwa lembaga anti korupsi yang dibentuk berafiliasi kepada
golongan/partai tertentu sehingga masyarakat tidak mempercayai keberhasilan
lembaga tersebut dalam memberantas korupsi.
5.
Tidak
mempunyai sistem sumber daya manusia yang baik, sistem rekrutmennya tidak
transparan, program pendidikan dan pelatihan tidak dirancang untuk meningkatkan
profesionalisme pegawai dalam bekerja, sehingga SDM yang ada pada lembaga
tersebut tidak memiliki kompetensi yang cukup dalam melaksanakan tugas dalam
pemberantasan korupsi.
6.
Tidak
didukung oleh sistem manajemen keuangan yang transparan dan akuntabel. Sistem
penggajian pegawai yang tidak memadai, mekanisme pengeluaran anggaran yang
tidak efisien dan pengawasan penggunaan anggaran yang lemah.
7.
Lembaga
dimaksud menjalankan tugas dengan benar hanya pada tahun pertama dan kedua,
maka setelah itu menjadi lembaga pemberantas korupsi yang korup dan akhirnya
dibubarkan (Mochammad, 2009).
Upaya pencegahan dan pemberantasan
korupsi bukanlah suatu hal yang baru dalam kebijakan pembangunan di Indonesia.
Kebijakan tersebut telah dilaksanakan pemerintah sejak masa Orde Lama. Begitu
pula pada masa Orde Baru juga telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Agenda yang terkait dengan
pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah agenda mewujudkan Indonesia yang
adil dan demokratis. Dalam agenda tersebut terdapat beberapa sasaran penting
yang hendak dicapai antara lain :
Ø Meningkatnya keadilan dan penegakan
hukum yang tercermin dari terciptanya sistem hukum yang adil, konsekuen, dan
tidak diskriminatif serta yang memberikan perlindungan dan penghormatan
terhadap hak asasi manusia; terjaminnya konsistensi seluruh peraturan
perundang-undangan di tingkat pusat dan daerah sebagai bagian dari upaya
memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap kepastian hukum, dengan
prioritas penegakan hukum antara lain di bidang: (i) Penindakan pelaku tindak
pidana korupsi beserta pengembalian uang hasil korupsi kepada negara; (ii)
Peningkatan pemberdayaan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor); serta (iii) Pemberdayaan
Komisi Pengawas Kejaksaan sebagai pengawasan eksternal dari masyarakat terhadap
kinerja aparat kejaksaan.
Ø Meningkatnya pelayanan birokrasi
kepada masyarakat yang tercermin dari: (1) Berkurangnya secara nyata praktek
korupsi di birokrasi, dan dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling
atas; (2) Terciptanya sistem pemerintahan dan birokrasi yang bersih, akuntabel,
transparan, efisien dan berwibawa; (3) Terhapusnya aturan, peraturan dan
praktek yang bersifat diskriminatif terhadap
BAB III
PENUTUP
Indeks
Persepsi Korupsi (IPK) Transparency International menempatkan Indonesia pada
urutan ke 100 dengan skore 3,0 yang masih di bawah Thailand dan
Malaysia. Lembaga antikorupsi yang pernah dibentuk di Indonesia, haya KPK
yang kinerjanya sudah memberikan hasil yang nyata dengan mengungkap kasus
berbagai kasus korupsi dan mampu menyelamatkan keuangan negara. Namun demikian,
kepercayaan masyarakat masih belum sepenuhnya pulih.
Oleh
karena itu, masih dibutuhkan kerja keras dari semua pihak, khususnya aparatur
negara sehingga dapat bekerja secara profesional, dengan mengedepankan
kepentingan rakyat melalui pelayanan yang berkualitas kepada publik. Setiap
aparatur negara perlu memegang teguh etika disiplin PNS yang dapat mencegah
setiap aparatur negara untuk bekerja secara menyimpang dari ketentuan yang ada.
A.
Kesimpulan
Untuk dapat mewujudkan goog
govermance di Indonesia maka yang perlu dilakukan membenahi masalah korupsi
dengan cara membuat dasar hukum yang kuat lebih dahulu,program pemberantasannya
harus di jalankan secara sistematis dan terintegrasi, melakukan upaya pencegahan,misalnya
dengan mengganti sumber daya manusia yang tdak baik dalam pemerintahan terutama
yg menjadi anggota lembaga pemberantas korupsinya.
B.
Saran
Jalankan semua fungsi antikorupsi
yang dibentuk dan ganti semua sumber daya manusia yang tidak baik dalam
pemerintahan terutama dalam LPKI serta berilkan sanksi yang dapat membuat para
koruptor jera dan membuat pejabat lain tkut untuk melakukan korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad
Ali. 1990. Mengembara
di Belantara Hukum. Lembaga Penerbitan Universitas
Hasanuddin.
Baharudin
Lopa. 2001. Kejahatan Korupsi dan
Penegakkan Hukum. Penerbit Buku Kompas : Jakarta.
Jhon M.
Echols dan Hassan Shadily, 1997. Kamus
Inggris-Indonesia. Jakarta: P.T. Grainedia Pustaka Utama.
Mochammad
Jasin. 2009. Pola Pemberantasan Korupsi
Sistemik Melalui Pencegahan dan Penindakan (Perspektif ke Depan Komisi
Pemberantasan Korupsi). http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=219&id=2259&option=com_content&task=view.
Bassar, M.
Sudradjat, 1983. Hukum Pidana (Pelengkap
KUHP). Bandung : CV Armico.
Cansil,
CST. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Chaerudin.
2008. Strategi Pencegahan dan Penegakan
Hukum Tindak Pidana Korupsi. Bandung : PT. Refika Aditama.
Evi
Hartanti .2007. Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua. Jakarta Sinar Grafika.
Kramer
A.I.N. 1997. Kamus Kantong
lnggris-Indonesia. Jakrta : P.T. Ichtiar Barn Van Hoeve
Lopa
Baharudin. 2001. Kejahatan Korupsi dan
Penegakkan Hukum. Penerbit Buku Kompas : Jakarta.
Saleh, K. Wantjik. 1983. Tindak Pidana Korupsi dan Suap. Jakarta
: Ghalia Indonesia.
makasih ya ka semoga ilmu nya bermanfaat
BalasHapus